Taxi dan Ojek Online

Nataniel

Nataniel

Photographer, content designer and trader

. . .

Setahun yang lalu gw paling anti yang namanya pake ojek atau taxi online. Walupun diiming-imingi tarif tertentu. Kenapa? karna gw malas nunggu. *hidup gw simple banget yak. Tapi setelah beberapa bulan lalu, gw mulai mencoba metode pemesanan taxi online.

Pertama kali gw naik grab taxi itu karna mau ke ambassador. Saat itu siang hari, jadi gw malas keluar rumah untuk menunggu taxi. Kemudian gw teringat teman gw yang sudah menjadi langganan grab taxi. Gw instal aplikasinya dan memasukkan kode referensi dari dia. Gw mendapatkan bonus sebesar 50.ooo rupiah. Lumayan kan. Setelah itu gw pesan taxinya. ternyata tidak selama yang gw kira seperti tahun lalu. Taxi yang datang adalah taxi Express.

Kesan pertama adalah “gampang” dan “murah”. Bagaimana tidak, kita dapat bonus dan juga dapat harga promo. Jadi kalau untung, kita tidak perlu bayar sepeser pun. Asikk kan. Teman gw lebih parah lagi, dia berangkat dari Grand Indonesia ke kost kebon kacang naik Taxi. haha.

Pertanyaannya adalah kok taxinya mau yah kalau jarak dekat? Ternyata taxinya akan mendapat bonus jika dia memperoleh penumpang dengan jumlah tertentu dalam satu hari. Jadi kalau dari Grand Indonesia ke kebon kacang hanya 10.000 harga argo, taxinya sudah dapat bonus 5 ribu ditambah bonus jika dia mendapatkan penumpang banyak.

Pertanyaan berikutnya, apakah perusahaan Grab Taxi untung? Tentu saja tidak. Karena dia harus membiayai penumpang-penumpangnya melalui promo dan bonus untuk taxi. Dari mana perusahaan mendapatkan dana? Jawabannya adalah dari Investor. Menarik bukan?

Setelah itu gw rajin menggunakan jasa Grab taxi. Mau ke monas untuk olahraga, gw tinggal pesan grab taxi tanpa bayar apa pun. Demikian pula ketika mau ke gereja Theresia, yang biasanya gw memilih untuk jalan kaki. Haha. Kapan lagi naik taxi tanpa bayar. Ketika masa lebaran, gw lebih sering lagi pakai grab taxi karena jalanan lancar. Jadi kemana-mana murah, makan siang di tempat ini, makan malamnya di tempat itu. Berasa tajir, mobilitas tinggi.

Cukup puas dengan Grab Taxi, gw mencoba Grab bike dan Gojek. Sistemnya juga sama, kita memesan melalui aplikasi. Keberadaan supir/driver dapat kita pantau melalui GPS. Kalau drivernya bingung atau tersesat bisa kelihatan di GPS, tinggal kita telfon untuk memberikan arahan.

Paling gokil adalah ketika gw mau pergi potong rambut di lorong sebelah. Karna malas jalan dan masih punya promo, gw pesanlah gojek. Dengan senang hati drivernya mengantarkan gw. Haha..

Selama menggunakan jasa transportasi tersebut, gw sering nanya-nanya ke drivernya. Kalau supir Grab Taxi sangat senang, karena pendapatan mereka meningkat drastis. Bayangkan yang dulunya mereka hanya taxi kelas dua dengan setoran pas-pasan, sekarang pelanggan blue bird pada pindah menggunakan grab taxi. Tentu saja karena kemudahan, harganya murah dan kenyamanan. Walaupun tidak semua grab taxi adalah taxi express, ada juga taxi yang lain. Namun tingkat kenyamananannya tetap diperhatikan oleh pihak Grab Taxi.

Penghasilan supir grab taxi ini bisa mencapai 7-8 juta dalam sebulan loh. Nilai ini bisa mereka capai kalau mereka rajin cari pelanggan dan tidak pilih-pilih. Driver Blue Bird pun tertarik menggunakan fasilitas ini, namun karena mereka sistem komisi maka mereka bisa merugi. Selain itu, pihak blue bird melarang supirnya untuk menggunakan aplikasi ini.

Cerita dari gojek dan grab bike pun sama. Penghasilan mereka bertambah dibanding ketika mereka masih menjadi ojek tradisional. Pernah ada supir ojek yang terharu menceritakan kisahnya, dulu dia hanya bisa mengantongi lima puluh ribu sehari, tapi sekarang bisa mencapai lima ratus ribu rupiah. Mereka sangat bersyukur.

Namun kemudahan ini tentu saja tanpa hambatan. Ada juga pihak-pihak yang tidak setuju dengan keberadaan mereka. Misalnya Organda, mereka menuntut agar taxi dan ojek ini dibuatkan regulasi yang jelas. Pendapatan angkutan yang lain tentu saja berkurang karena banyak pelanggan mereka yang beralih.

Yang tragisnya lagi adalah pengemudi gojek atau grab bike yang dilarang oleh ojek konvensional. Mereka kadang membuat spanduk laranagn bagi gojek untuk memasuki kompleks tertentu. Bahkan sampai ada cerita bahwa pengemudi gojek dikeroyok oleh tukang ojek kolmpleks tertentu karena dianggap mengambil rejeki mereka. Untuk mensiasatinya, kadang pengemudi gojek tidak memakai atribut ‘hijau’ mereka atau mereka memberitahu penumpang untuk naik di tempat yang jauh dari pangkalan ojek konvensional.

Memang sih, dampak dari keberadaan transportasi online ini bisa mengurangi atau membunuh lahan rejeki orang lain. Semoga pemerintah bisa segera memberikan jalan tengah dengan mengeluarkan peraturan yang jelas, yang menguntungkan semua pihak.

Oh iya, ketika Nadiem Makarim sang CEO gojek menikah, gw ikut nyanyi loh di pemberkatannya. Haha.. Waktu itu belum ngeh kalau dia ternyata CEO. *gak penting.

**Yang butuh reffereal code buat Gojek, silahkan masukkan kode ini 529863020. Lumayan dapat bonus 50ribu :P

5 Responses

  1. Aplikasi-aplikasi online ini emang enabling banyak kesempatan buat banyak orang, cuma potensi gesekan sosialnya juga ada. Gw sampe sekarang belom berhasil euy order gojek.

  2. mungkin cuma gw yang masih bertahan dg blue bird karena alasan keamanan. Dari cara rekrutmen supir sampai perawatan kendaraan sudah sangat terjamin.
    itu yg nggak ada di taxi online (non konvensional) macam grab dsb itu.

Leave a Reply

Archives